Foto dari Okezone |
“Maaas...!” teriak Ranti dari kamar
mandi. Selanjutnya mulut Ranti sudah tidak bisa dipakai bicara lagi. Dorongan
dari perutnya semakin menguat dan tanpa dapat ditahan melepaskan seluruh isi
perutnya.
Deni yang sedang mencuci motor di teras
segera berlari mendekati dan memijit-mijit tengkuk isterinya.
“Kamu kemana saja? Lama sekali,” keluh
Ranti dengan nafas masih tersengal. Keringat bercampur air mata berleleran di
dahi dan wajah Ranti.
Melihat kondisi isterinya, Deni memilih
tidak banyak bicara. Dibantunya Ranti menyiram lantai kamar mandi. Lalu
disodorkan handuk pada isterinya itu.
“Makasih...” ucap Ranti singkat sembari
berjingkat meninggalkan kamar mandi.
Sejak dinyatakan positif hamil oleh
dokter, hampir tiap pagi Ranti muntah hebat akibat dari gejala morning sickness. Untunglah dalam
kondisi seperti itu mereka bisa saling mengerti dan menjaga emosi. Bagi Deni,
ketenangan jiwa Ranti mesti dijaga. Deni berharap, Ranti bisa menjalani
kehamilannya dengan sehat secara lahir maupun batin. Ranti sendiri bukan tipe
penuntut. Ranti tahu, Deni pasti akan berusaha menolongnya sejauh yang dia
bisa. Karenanya, Ranti selalu menyampaikan ucapan terima kasih jika Deni
membantunya.
Menurut literatur kedokteran, pada akhir
bulan pertama kehamilan, janin yang ada di kandungan hanya berukuran sebutir
beras. Dan pada bulan ketiga, meskipun ukurannya kurang dari 10 cm, tubuh janin
sudah terbentuk lebih lengkap. Bahkan sudah mulai bisa membuka mulut dan
mengepalkan tangan.
Jadi pada trisemester pertama ini, jika di luar tubuh sang ibu
sampai muntah-muntah, maka di dalam tubuh ibu terus berjalan pembentukan
organ-organ tubuh janin secara bertahap. Bahkan di bulan kedua, otak, jantung
dan sistem peredaran darah sudah terbentuk hingga di bulan ketiga semuanya
sudah beroperasi.
Nah, jika sang ibu mengalami stress pada
masa kehamilan, maka tubuh akan memberikan respon siaga untuk melindungi dari
ancaman. Organ-organ tubuh pun meningkat aktivitasnya sehingga hormon kortisol
yang dihasilkan lebih besar. Hormon kortisol yang tinggi bisa menembus plasenta
dan mempengaruhi pertumbuhan otak janin.
Menurut seorang psikolog dari Inggris, tingkat kortisol yang tinggi pada akhir kehamilan ini bisa
berpengaruh terhadap fisik dan psikologis anak nantinya. Anak akan rentan
terhadap stress, daya tahan tubuh rendah dan mengidap alergi.
Sungguh sangat disayangkan bukan? Jika
kita ingin anak yang terlahir itu sehat dan cerdas, namun kenyataannya jika ibu
sering stres pada saat hamil maka pertumbuhan otak janin terhambat dan jika
sudah lahir anaknya beresiko gampang sakit. Mengetahui kenyataan ini, berarti
harus diupayakan supaya kesehatan mental ibu tetap terjaga. Tentu ini menjadi
tanggung jawab bersama antara suami dan isteri. Harus diupayakan ada komunikasi
supaya bisa saling memahami demi buah hati yang akan terlahir ke dunia.
Foto dari sini |
Jika ditarik ke soal pendidikan anak,
ternyata mendidik anak itu bukan dimulai ketika anak sudah sekolah. Namun jauh
sebelum itu. Dalam Islam, proses pendidikan anak dimulai sejak dari memilih
pasangan hidup. Seorang laki-laki harus mencari calon isteri yang bisa diajak
bekerjasama saat merawat dan mendidik anak-anaknya nanti.
Jika suami dan isteri memegang konsep
rumah tangga secara Islam yaitu suami adalah pemimpin terhadap keluarganya dan
isteri adalah pemimpin dalam rumah suaminya, maka berlaku seperti yang tersebut
dalam sebuah pepatah arab, ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Sedangkan posisi ayah sebagai kepala sekolah, yang menyediakan fasilitas,
memberikan kenyamanan pada sang ibu supaya bisa mendidik anak-anaknya dengan
baik.
Itu baru soal pemilihan pasangan hidup.
Beranjak ke proses pernikahan, Islam
memberikan pengajaran untuk berdoa sebelum melakukan hubungan intim antara suami isteri. Isi doanya
berkaitan dengan kemungkin hadirnya anak karena hubungan itu. Suami isteri
mesti berharap anak yang dikaruniakan nantinya menjadi anak yang dijauhkan dari
gangguan syaitan.
“Dengan
nama Allah. Ya Allah jauhkan kami dari syaitan dan jauhkanlah dari syaitan apa
yang akan Engkau karuniakan kepada kami.”
Ketika akhirnya sang isteri mengandung,
maka proses mempersiapkan anak shaleh berlanjut. Seperti yang sudah
disampaikan di atas, ternyata proses kehamilan seorang ibu tidak mudah.
Banyak keluhan yang dirasakan sang ibu yang bisa mengancam kondisi fisik maupun
psikis Ibu. Gejala semacam morning
sickness itu baru awalnya saja. Semakin bertambah bulan, ibu akan mulai
merasa berat di bagian perut sehingga pinggang dan betis sering pegal. Tubuh
pun menjadi gampang capek. Semakin mendekati kelahiran, napas mulai terasa
sesak. Apalagi jika tidur posisi terlentang. Ditambah lagi intensitas buang air kecil semakin
meningkat. Sudah perut berat, bolak-balik lagi ke kamar mandi.
Foto dari sini |
Pada trisemester kedua, janin sudah
mulai bisa menanggapi rangsangan, terutama bila mendengar suara dari luar.
Kemampuan ini bisa dimanfaatkan oleh ayah dan ibu dengan mulai menyapa si kecil
sambil mengelus perut ibunya dan membacakan ayat-ayat al qur’an. Janin yang
suka diperdengarkan ayat-ayat al qur’an, kelak di masa kanak-kanaknya ia
akan lebih mudah menghapal al qur’an. Selain itu, jika perasaan ibunya tenang
karena bacaan al qur’an maka anak pun akan tahu bahwa bacaan tersebut bisa
menenangkan hatinya juga.
Percayakah Ibu, jika sejak dalam
kandungan, ibu bisa membangun kekompakan dengan anak? Di trisemester ketiga,
janin sudah bisa melakukan komunikasi interaktif dengan ibunya. Sama seperti ketika bayi sudah lahir. Contohnya, bayi yang menangis akan terdiam jika diangkat dan dipeluk
ibunya. Pada fase ini, janin sudah dapat tersenyum, menangis dan kaget jika menerima suatu perlakuan. Bedanya ketika sudah lahir, kita dapat melihat roman mukanya dan mendengar
suaranya. Sedangkan saat di perut, kita tidak tahu kecuali dari gerakan-gerakan
sang bayi.
Sehingga meskipun masih
dalam kandungan, pada trisemester ketiga ini ibu harus semakin intens
melibatkan janin berinteraksi dengan cara membelai, mengajak bicara hingga membacakan
cerita. Dari situ bayi akan mengenal ibunya melalui suara. Kenapa di sini saya
membahas soal ibunya? Bagaimana dengan ayah? Tentu saja, suara ayah pun penting
untuk diperdengarkan supaya ketika sudah lahir, anak tidak kaget dengan suara
laki-laki yang cenderung berat.
Kembali ke soal komunikasi interaktif
antara janin dan ibu. Ibu yang sudah berhasil membangun komunikasi dengan janin
bisa mengajak anaknya bekerja sama dalam proses melahirkan. Terlebih dahulu ibu harus sering
bercerita kepada sang janin bahwa nanti ia bakal lahir ke
dunia. Ceritakan hal-hal yang menggembirakan seperti serunya sekolah,
cita-citanya di masa depan dan lain-lain.
Dan ketika saat kelahiran tiba yang
ditandai dengan kontraksi, ucapkan pada janin: inilah waktunya...
Ketika kontraksi masih terasa
ringan, katakan pada janin: ayo kita bekerja sama!
Kontraksi itu ibaratnya janin
berkata: Ibu, aku mulai bergerak karena aku ingin keluar.
Ibu katakan pada janin: ya
baiklah, Ibu akan bantu dengan bersabar, dengan mengatur napas, dengan
berzikir, sementara kamu berusaha keluar.
Ketika kontraksi berhenti, katakan pada janin Ibu: OK,
kamu butuh istirahat. Kita akan beristirahat dulu sebentar.
Jika kemudian
terjadi kontraksi lagi, maka ibu ucapkan: kamu sudah siap lagi, ayo kita
lanjutkan!
Demikian seterusnya hingga kontraksi semakin kencang. Rasakan oleh ibu pergeseran janin yang semakin merosot ke bawah. Katakan oleh Ibu: ayo semangat, Nak. Kita pasti bisa!
Nah tentunya dialog-dialog ini hanya ada di hati ibu. Tapi percayalah ibu akan merasakan keajaibannya. Karena antara ibu dan janin sudah tercipta hubungan batin jika sebelumnya sering melakukan dialog interaktif dengan janin.
Jadi, di sini ibu berperan
sebagai penyedia media bagi sang jabang bayi dalam mengeluarkan dirinya
dari perut ibu.
Foto dari sini |
Intinya ibu harus berfokus pada anak,
bukan pada dirinya. Jika ibu berfokus pada diri maka ibu hanya akan merasakan
penderitaan. Pada saat kontraksi, Ibu merasa sebagai objek yang diserang secara kontinyu dan disakiti. Tapi jika ibu berfokus
pada anak, maka insting ibu sebagai pelindung akan muncul. Sesakit apapun ibu,
ia akan bertahan karena anaknya sedang melakukan suatu usaha untuk muncul ke
dunia supaya dapat bertemu muka dengan ibu. Masya Allah...indahnya!
Dalam Al Qur’an, Allah memberikan
penjelasan secara terperinci perihal penciptaan manusia ini, seperti yang
tersebut dalam Qs.Al Mu’minun: 13-14,
“Kemudian
Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim).
Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang
melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian,
Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, pencipta yang
paling baik.”
Semua yang tertulis di Al Qur’an ini
tidak meleset sedikit pun dengan penemuan tentang perkembangan janin menurut ilmu
kedokteran. Padahal ayat ini turun sebelum ilmu kedokteran berkembang pesat.
Ini membuktikan Allah tahu betul apa yang diciptakannya. Sehingga dalam urusan
apapun termasuk soal kehamilan ini, tidak ada tempat kita mengembalikan semua
persoalan kecuali kepada Allah. Pun jika kita ingin anak yang kita lahirkan ini
sehat sempurna fisik dan akalnya. Berdoalah kepada Allah, tenangkanlah hati
ayah bunda karena Allah pasti akan menolong orang yang meminta pada-Nya.
Allah sangat menghargai usaha seorang
Ibu saat mengandung anaknya. Disebutkan dalam ayat dan hadits bagaimana
beratnya penderitaan seorang ibu dan bagaimana seharusnya perlakuan seorang
anak kepada ibunya.
“Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah
(pula)...” (Qs.Al Ahqaaf: 15)
Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan
berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’
Nabi saw. menjawab, ‘ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian
siapa lagi?’ Nabi saw. menjawab, ‘ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali,
‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya
kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi saw. menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Allah demikian memuliakan seorang ibu
yang mengandung, sehingga bagi sang ibu harus menjadi motivasi untuk menjalani
kehamilan dengan ikhlas. Mudah-mudahan keikhlasan ini akan melahirkan anak yang
shaleh yang kelak dapat berbakti kepada kedua orang tuanya.
Sedangkan bagi sang ayah, meskipun
Rasulullah hanya menyebutkan satu kali dibanding penyebutan ibu yang tiga kali,
tetap saja ikut memiliki tanggung jawab dengan memberikan nafkah dari rejeki
yang halal, mendukung isterinya supaya memelihara kehamilannya dengan baik dan
mendorong isteri agar melakukan pendidikan pada janin yang dikandungnya.
Foto dari sini |
Di bawah ini akan saya sajikan secara
ringkas hal-hal yang bisa dilakukan ayah ibu pada janin:
-
Ayah bisa melakukan
rutinitas seperti mengelus dan menyapa janin setiap jam 7.00 pagi saat hendak
bekerja. Lama-lama rutinitas ini akan dikenali oleh janin.
-
Ibu merutinkan membaca
al qur’an dan artinya biar pun hanya satu lembar setiap hari. Jika sejak awal kehamilan ibu membaca
juz 1 dalam satu hari, juz 30 dalam satu hari, dan sisanya satu lembar setiap
hari, maka insyaAllah ketika ibu menjelang persalinan dengan kehamilan 9 bulan, ibu sudah khatam al qur'an. Selama ibu mengaji, janin selalu ada di perut ibu, tidak lari
kemana-mana, tidak menangis minta diurusin, tetapi siaga mendengarkan ibu
mengaji. Berarti jika ibu khatam al qur’an, janin ibu pun ikut khatam pula.
-
Lakukanlah
hapalan-hapalan baik ayat alquran, hadits atau doa-doa. InsyaAllah aktivitas menghapal
ini akan melatih daya ingat anak yang dikandung. Karena saat kita menghapal, biasanya
kita membaca dikeraskan dan kita akan melakukan pengulangan-pengulangan. Nah,
pengulangan-pengulangan itu akan merangsang otak bayi sehingga berkembang
sekaligus menyerap apa yang ibu hapalkan.
-
Melantunkan doa-doa dan
dzikir. Doa sebagai lantunan harapan sang
ibu kepada Allah
Yang Mahakuasa akan mendidik janin bahwa Allah-lah sumber pengharapan manusia.
Sehingga keyakinan kepada Allah sudah ditanamkan oleh ibu kepada anak semenjak
dalam kandungan. Zikir-zikir juga membuat hati ibu tenang dan janin merasa
nyaman. Kelak jika janin tersebut sudah lahir dan tumbuh besar dia akan
merasakan nikmatnya zikir sebagaimana ia dahulu merasa nyaman dalam kandungan ibu.
#blogtobook
Duh, kok saya malah jadi pengen hamil lagi nih abis baca tulisan di atas......
BalasHapusHaha...ayo Mba :v
HapusBeberapa kali kehamilan saya sering berjauhan dengan suami. Cukup sulit juga untuk mengelola emosi. Tapi saya berusaha untuk dekat denganNya, agar hati ini tenang.
BalasHapusWaktu di trisemester pertama, saya merasa suamiku bau :D Jadi kayaknya wajar aja kalau Mba juga pengen jauhan dulu dengan suami hehe...
Hapuswah ilmunya bermanfaat, bisa diterapin buat ibu2 muda. klo saya udah anak dua, pengen lagi sich. :)
BalasHapusHihi...gampang. Colek-colek aja suaminya Mba haha... *becanda*
Hapusbanyak pelajaran berharga mampir di sini.. makasih banyak mama Yas:) baru sekali ngerasain ngobrol sama debay di perut. luar biasa udah 6 mba, semoga selalu jadi ibu hebat untuk keluarga, salam kenal
BalasHapusSalam kenal juga Mba Dewi. Asyik kok ngobrol sama debay :)
HapusJazakallah ilmunya, Bu. Bermanfaat dan jadi pengen buru-buru diaplikasikan. hehe..
BalasHapusKapan atuh mau ngasih adik si sulung? :D
HapusPas banget lagi hamil yang kedua, semoga bisa menerapkan ilmunya dengan baik, makasih sharingnya Mba'.. :)
BalasHapusSemoga lancar kehamilan dan persalinannya ya, Mba :)
HapusMemang penting ya memilih pasangan sejak awal nikah, emang ngaruh ke belakang2 terutama mas depan anak TFS mabk :)
BalasHapusIya, Mba karena kita pengennya pernikahan adalah untuk seumur hidup kita :)
Hapusartikel ini akan jadi referensi bagus buat ibu-ibu muda yang sedang jalani kehamilan. Waktu mau melahirkan dulu ibu saya pesan, bikinnya diem-diem nanti mengeluarkannya juga usahakan banyak diem ya..meski sakit ga usah cakar-cakar suami haha..
BalasHapusNasihat yang bagus, Mba hahaha... :)
HapusOalah, jadi gitu ya yang harus dilakukan pas kontraksi? Makasih Mbak ilmunya, insyaAllah saya pakai untuk nanti pas hamil lagi.
BalasHapusIya Mba, itu yang aku praktekin pas melahirkan.
Hapus