Senin pagi tadi saya
mulai dengan emosi 'agak' meninggi 😜.
Udah cucian numpuk pasca liburan
long weekend, mesin cuci macet, eh... PR Abang yang
dari kemarin malam terus dibilangin
ternyata belum kunjung dikerjakan 😞.
Kemarahan saya berlipat
karena untuk kesekian kalinya, Abang tidak pernah bilang atau mengaku ada PR.
Jadi, saya tidak akan tahu ada PR jika saja saya atau orang tua temannya tidak
bertanya pada Ibu Wali Kelas di grup WA.
Tugasnya hari ini adalah membuat kliping tentang Masalah Sosial di Masyarakat. Ok, untung saja
saya berlangganan koran. Saya kasih setumpuk koran ke Abang untuk mencari
sendiri. Sementara saya kembali ke dapur menyiapkan bekal Adik.
Apa yang terjadi?
Ternyata Abang malah
sedang membaca kolom suplemen komik Yayat Ceking 😧.
Baiklah, rupanya dalam
hal ini Abang memang belum bisa dilepas. Akhirnya saya bantu Abang mencari
artikel yang dimaksud. Berhasil. Saya perlihatkan ke Abang. Abang setuju,
kemudian menggunting sisi artikelnya dan menempelkan di kertas HVS.
Beres, pikir saya
sembari membereskan tumpukan koran.
"Jangan dibereskan
dulu, Bu," cegah Abang. "Klipingnya harus 5 artikel."
WHAT?!!! 😤
Hah...sudahlah.
Daripada marah-marah lebih baik lanjut saja nyari artikel lainnya. Saya pun
berhasil menemukan 2 artikel lagi dan Abang menemukan 2 artikel lainnya.
Setelah Abang berangkat
sekolah, seperti biasa saya curhat ke suami soal kekesalan saya pagi ini.
Obrolan pun mengarah pada ucapan Ali bin Abi Thalib r.a. tentang pendidikan
anak.
Saya kutip kembali ucapannya ya.
Saya kutip kembali ucapannya ya.
Menurut Ali bin Abi
Thalib Ra. ada tiga pengelompokkan dalam cara memperlakukan anak:
1. Kelompok 7 tahun
pertama (usia 0-7 tahun), perlakukan anak sebagai raja.
2. Kelompok 7 tahun
kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagai tawanan.
3. Kelompok 7 tahun
ketiga (usia 15-21 tahun), perlakukan anak sebagai sahabat.
Untuk kelompok pertama,
saya pernah membahasnya DI SINI.
Nah karena saat ini
Abang berusia 10 tahun, berarti dia masuk kelompok 2. Alhamdulillah, segala
puji bagi Allah, sesungguhnya setiap kejadian itu tidak ada yang sia-sia jika
kita beriman pada takdir. Dan takdir itu akan menjadi baik jika kita berserah
pada Allah. Saya tersadar, melalui kejadian ini ternyata saya jadi bisa menggali lebih dalam
kenapa anak di usia 8 - 14 tahun harus diperlakukan sebagai tawanan.
Mendengar kata
‘tawanan’ lantas saja saya teringat orang yang dipenjara. Kenapa orang tersebut
dipenjara? Pasti jawabannya adalah karena dia memiliki kesalahan. Jadi, penjara
merupakan hukuman bagi orang yang bersalah. Jujur, saya lebih setuju dengan istilah ‘lembaga
pemasyarakatan’ ketimbang kata
‘penjara’. Lembaga pemasyarakatan lebih berkonotasi mendidik dibandingkan
dengan menghukum. Orang berbuat kesalahan di masyarakat bisa jadi karena salah
didikan. Dia melakukan kesalahan mungkin karena tidak tahu cara menempatkan
diri di masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan lembaga untuk memasyarakatkan
orang yang belum paham bermasyarakat tersebut. Orang yang berada di dalam kurungan Lembaga Pemasyarakatan harus
mendapatkan didikan dan pengawasan secara terus menerus. Apa pun yang mereka
lakukan harus dikontrol. Oleh karena itulah mereka ada di dalam lingkungan yang
terkurung/tertawan (penjara).
Hihi...belibet gak sih?
Terus apa hubungannya dengan bahasan tentang pendidikan anak usia 8-14 tahun versi Ali bin Abi Thalib r.a.?
Oke
saya kembali ke kejadian Abang dan PR-nya itu. Sebetulnya jika saya memahami
ucapan Ali bin Abi Thalib r.a. yang menyebutkan kelompok
7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagai tawanan, pagi itu saya tidak perlu merasa kesal hingga
marah-marah.
Dari keterangan itu sudah jelas bahwa anak rentang umur sekian memang harus
dikontrol. Apa yang dilakukannya harus diawasi. Belum bisa dilepas begitu saja.
Menyadari hal itu, aduuh…rasanya saya jadi malu. Mestinya saya berprasangka baik pada mereka dengan cara memahami posisi mereka saat ini.
Saya
jadi ingat pada kakaknya yang saat ini menginjak usia 13 tahun. Saya selalu bilang padanya, "Kamu kan sudah SMP! Masa belum mengerti juga?" Saya melihat sikapnya sama! Tugas-tugasnya
banyak yang susah kelar. Baik tugas sekolah maupun tugas di rumah. Konsentrasinya
dengan enteng teralihkan pada hal-hal lain. Misalnya saja membereskan kamar.
Kalau saya hanya menyuruh, tugasnya gak pernah selesai atau tidak kunjung
dikerjakan. Tapi kalau saya mengajak bersama membereskan, ternyata dia mau
juga.
Ternyata pada dasarnya mereka itu mau dan mampu melakukan tugasnya. Namun karena faktor perkembangan psikologi mereka saat ini, membuat mereka seperti sulit melakukannya. Dan tentu saja mereka butuh bantuan kita sebagai orang tua untuk menjadikan pembiasaan-pembiasaan yang kita tanamkan sebagai sikap hidup mereka. Oleh karenanya, terus didik mereka, pantau, bantu dan beri kepercayaan mereka dengan berprasangka baik. Mudah-mudahan di usia 15 tahun, mereka akan menjadi sahabat atau patner hidup kita dalam mengarungi kehidupan ini.
Hmm...jadi itu ya maksudnya perlakukan anak sebagai tawanan 😂
Bener banget, mba Yas. Ini aku banget ke Fikri yang usianya sama dengan Abang. Pantas saja saya masih suka ngomel-ngomel sama dia karena sering mengulang kesalahan. Karena saya menganggap dia sudah besar dan harus mandiri. Ternyata harus tetap dalam pengawasan ya. Nice writing, Mba. Ma kasih infonya yaaa.. jadi terbuka mata hati saya buat memperbaiki cara mendidik ke Fikri.
BalasHapusHihi...sama aku juga masih banyak salah2 😅
HapusAku belom punya anak sih Mak, tapi coba aku terapin ke adek2 ku. Terima kasih atas pengetahuannya, nice sharing :)
BalasHapusHihi..iya cobain, Mba 😊
HapusThx Mba.. Tulisannya jadi pengingatnya saya. Berarti saya masih harus perlakukan anak sebagai "raja". Nanti saya mampir jg ke tulisan yg itu ah ��
BalasHapusSama2. Jgn lupa dibaca ya tulisan ttg rajanya 😉
HapusKalau anak saya masih masuk dalam kelompok 1 mba, masih kategori raja ya :D
BalasHapusIya,tapi bukan berarti dimanjain lho 😉
HapusYg kategori 1, walopun diperlakukan sebagai raja, tp sbnrnya ttp kita ksh tau kan ya mba? Soalnya abang iparku nerapin ini mndidik anaknya. Tp tuh anak dibiarin samasekali, ga ada dimarahin/diksh tau yg tegas walo dia nakalnya luar biasa. Mukulin mamanya, mukulin pembantu, anakku didorong, aku jg prnh dipukul ama pedang2an dia. Waah kalo aku lgs aku marahin anaknya.. Apalagi pas anakku didorong ampe nangis. Kok ya aku kuatir kalo cuma didiemin tnoa diksh tau kalo itu salah, dia makin menjadi dan malah susah diatur pas udh gedean :(
BalasHapusTp ntahlah.. Moga2 tuh anak beneran bisa berubah.. Aku sendiri terbiasa tegas ama anak. Walo msh kategori Raja, tp kalo dia nakal aku tegur. Memang sih kdg msh kelepasan juga mba marah2.. Duuh itu susah kadang ngontrolnya apalagi kalo kitanya sendiri lg capek, dan anak2 bikin ulah pula :D
Hihi...udah baca ya tulisan "raja" nya 😉
HapusMakasih ya mbaaa... Aku dari 0 berusaha nggak emosi tapi semenjak ada adiknya nih hampir setahunan jadi sumbu pendek :)) pas awal2. Hmmm meski sebagai raja, anak2 teteup bisa dikasih tau ya mba, karena mereka pintar ^^ aku ke tkp kelompok pertama dulu :)
BalasHapusSip...sip...
HapusBaiklah. Ada 2 tahanan di rumah. Dan 3 raja.
BalasHapusWkwkwkwk...suruh para tahanannya bantu melayani raja :))
HapusHi, salam perkenalan dari Malaysia.. Jemput join dalam segmen bloglist saya ya http://ameridzuan.blogspot.my/2017/05/the-amerzing-bloglist.html
BalasHapusSalam kenal juga :)
Hapus