SOAL SBMPTN, PASSING GRADE & PEMINATAN
Setelah nanya-nanya ke anak & suami,
bongkar data-data bimbel anak, dan cari-cari bahan di internet, barulah saya
berani nulis ini. Tadinya sih mau sederhana saja, cukup nulis pengalaman anak.
Tapi setelah dipikir-pikir, kalau seperti itu kok kayaknya cuma ngasih tahu
hasil, gak dijabarin dari mana dapetnya. Dan setelah baca-baca di internet,
ternyata permasalahannya tidak sederhana juga haha... Tapi tetap saja sih,
ntar-ntar di bawah, pastinya ilustrasi tulisan saya lebih banyak pengalaman
anak. Jadi belum tentu bisa cocok juga ke semua anak.
Disclaimer saya selanjutnya adalah bahwa tulisan
tentang passing grade ini sudah banyak dibahas di internet. Teman bisa googling
dengan kata kunci ‘memilih jurusan dengan passing grade’. Karenanya, saya
berharap ekspektasi Teman dengan tulisan saya jangan terlalu tinggi. Saya bukan
ahli dalam bidang tersebut. Saya hanya baru ‘ngeh’ tentang passing grade, saat
Uni, anak kedua saya lolos SBMPTN. Jadi alasan pertama saya nulis ini, saya
pengen tasyakur binikmah saja dengan cara berbagi pengalaman. Mudah-mudahan
bisa bermanfaat bagi Teman yang sama-sama belum tahu seperti saya sebelumnya.
Bagi Teman yang sudah tahu, mungkin hal ini sama sekali bukan hal baru. Mohon
dimaklum emak jadoel ini yah hehe... Satu lagi, mohon dimaafkan ya jika ada
diksi yang dirasa kurang pas. Semoga tidak terlalu mengubah maksud tulisan.
Saat mengurus SBMPTN anak kedua ini, saya
sampai mikir, kemana saja saya saat Teteh, anak pertama saya dulu berjuang
mengikuti SBMPTN. Kalau mengingat itu, saya merasa bersalah. Jantung saya langsung
mencelos. Sehingga alasan kedua dari tulisan ini adalah untuk menebus rasa
bersalah saya pada Teteh. Untunglah Teteh tetap lolos SBMPTN di Teknik Kelautan
IPB, meskipun tidak mengikuti bimbel menghadapi SBMPTN. Dan mungkin karena
tidak ikut bimbel itulah, saya tidak ngeh dengan yang namanya passing grade.
Sementara Uni, karena dia ikut bimbel SBMPTN,
saya selalu menerima laporan hasil TO secara periodik (Nanti saya bahas
hubungannya dengan passing grade). Nilai TO yang sudah dikonversikan dalam
persentase ini menjadi gambaran kemampuan anak dalam mengerjakan soal-soal
SBMPTN. Oya saya agak menghindari kata-kata ‘persentase nilai TO menjadi acuan pemilihan
presentase passing grade PTN’. Sebabnya, saya bahas kemudian.
Soal-soal
SBMPTN terbagi dua bagian yaitu:
TKPA (Tes Kemampuan dan Potensi Akademik),
yang terdiri dari soal Tes Kemampuan Verbal, Numerikal, Figural, Matematika
Dasar, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
TKD (Tes Kemampuan Dasar) untuk Saintek
(Matematika IPA, Kimia, Fisika dan Biologi) dan/atau Soshum (Sejarah, Geografi,
Ekonomi, Sosiologi)
Jumlah soal SBMPTN total 150 soal.
Tentang
TO
Di bimbel Uni, diselenggarakan TO secara
periodik terdiri dari soal mata pelajaran Matematika Dasar (15 soal), Bahasa
Indonesia (15 soal), Bahasa Inggris (15 soal), Matematika IPA (10 soal),
Biologi (10 soal), Fisika (10 soal), Kimia (10 soal). Totalnya 85 soal.
Mengenai jenis, sumber dan tingkat kesulitan soal yang diberikan tiap periodik
tentu pihak bimbel yang lebih tahu. Bimbel pasti punya kebijakan-kebijakan
tertentu dalam memberikan soal pada siswa. Salah satunya supaya siswa tidak
drop di awal, bisa jadi soal-soal yang diberikan di TO awal memiliki tingkat
kesulitan yang rendah.
Tentang nilai, mengacu pada skor nilai
SBMPTN, maka nilai TO pun dinilai seperti SBMPTN dengan rumus: Benar = 4, Salah
= -1, Kosong = 0. Untuk mempermudah anak dan orang tua mengetahui fluktuasi
nilai total TO, maka nilai TO ditampilkan dengan persentase.
Rumus:
85 soal X 4 = 340
(Benar X 4) – (Salah X 1)
_________________________ =
Persentase
340
Contoh hasil total TO Uni di periode 1:
Benar = 57 soal
Salah = 15 soal
Kosong = 13
Penerapan dalam rumus:
(57 X 4) – (15 X1)
_________________ = 62,65 %
340
Jadi hasil TO Uni di periode 1 adalah
62,65%
Tentang
Passing Grade
Menurut pengertian yang saya dapat di
internet, passing grade adalah batas nilai minimal yang dipakai sebagai salah
satu acuan untuk memilih jurusan di suatu PTN. Nilai dari passing grade
biasanya dinyatakan dalam persentase.
Pertanyaannya, nilai minimal siapa, kapan
dan dapat dari mana?
Persentase passing grade merupakan nilai
minimal dari peserta SBMPTN di jurusan tersebut pada SBMPTN tahun sebelumnya.
Contoh nih,
Menurut bimbelnya Uni, passing grade STEI
ITB tahun 2017 yaitu 64,13%. Angka itu merupakan nilai terendah dari siswa yang
diterima di STEI ITB pada SBMPTN tahun 2016. Jika kuota STEI tahun 2016 adalah
450 siswa, maka siswa dengan nilai 64,13% itu merupakan urutan ke 450.
Dari manakah muncul persentase nilai
passing grade? UNTUK SEMENTARA, ingat rumus nilai TO yang saya bagikan di atas.
Benar = 4, Salah = -1, dibagi (4 X jumlah soal).
Kemudian, siapakah yang mengeluarkan nilai
passing grade? Nah di sinilah pro kontra tentang passing grade muncul. Passing
grade tidak pernah dirilis secara resmi oleh panitia SBMPTN. Bahkan hasil nilai
peserta SBMPTN dan hitung-hitungannya tidak pernah dipublikasikan. Makanya saya
bilang di atas “UNTUK SEMENTARA”.
Biasanya yang mengeluarkan daftar passing
grade adalah lembaga survey independen seperti bimbel. Walaupun ada sih bimbel
yang mengklaim punya hubungan dengan “orang dalam” untuk memastikan keakuratan
data passing gradenya, wallahu’alam. Nah, karena dikeluarkan oleh pihak yang
berbeda-beda, maka hasil passing grade tiap jurusan dalam satu tahun bisa jadi
berbeda antara satu lembaga survey dengan lembaga survey lainnya. Haha...jadi
inget quick count Pilkada. Bisa beda karena teknik surveynya yang berbeda, bisa
juga karena kebijakan tertentu dari bimbelnya. Konon, kata Uni, passing grade
di bimbelnya dinaikin 5% dari hasil survey untuk memacu siswa supaya berusaha
lebih baik lagi dari standar aslinya.
Hubungan
Persentase TO dengan Persentase Passing Grade
SEDERHANANYA, persentase nilai TO anak
bisa dijadikan gambaran kasar apakah ia bisa mencapai persentase passing grade
jurusan yang diinginkannya?
Contoh, di TO pertama Uni mendapatkan
hasil 62, 65%. Padahal passing grade STEI 64,13%. Nah, jika Uni punya keinginan
masuk STEI, berarti Uni harus berjuang lebih keras lagi di TO berikutnya supaya
persentase nilai TO-nya melebihi persentase passing grade STEI. Dari sini,
nilai TO ‘seakan-akan’ gambaran dari kemungkinan masuk atau tidaknya siswa ke
jurusan tersebut.
Apakah hal tersebut dibenarkan?
Tidak benar sepenuhnya karena beberapa
faktor.
Pertama, seperti saya bilang di atas bahwa
nilai peserta SBMPTN tidak pernah dipublikasikan. Jadi dari mana kita tahu
pasti nilai SBMPTN terendah siswa STEI 2016 itu 64,13% ?
Kedua, jumlah pendaftar, kemampuan
akademis pendaftar dan kuota (daya tampung) jurusan tahun sekarang dengan tahun
lalu bisa jadi berbeda. Kalau kebanyakan peserta SBMPTN yang daftar tahun 2017
kemampuan akademisnya lebih tinggi dari peserta tahun 2016, mungkin passing
grade 64,13% tidak berarti apa-apa. 64,13% sama sekali tidak menjadi sebuah
patokan dapat diterima atau tidaknya di STEI tahun 2017. Termasuk kuota
jurusan, mungkin ditambah atau dikurangi tergantung kebijakan PTN
masing-masing.
Ketiga, hitung-hitungan nilai SBMPTN juga
tidak dipublikasikan. Jadi, rumus yang saya share di atas itu adalah hitungan
kasar. Ada yang bilang ‘nilai mentah’. Artinya nilai mentah itu diolah lagi
sehingga menghasilkan nilai fix yang menentukan siswa tersebut masuk kuota
jurusan yang dipilihnya atau tidak.
Maksudnya diolah bagaimana?
Nah ini yang saya belum tahu persis rumus
pastinya gimana. Saya baca-baca di internet ada yang bilang nilai fix itu
disebut nilai nasional atau skor nasional. Katanya sih, ((KATANYA)), ada rumus-rumus
tertentu yang dapat mengarahkan siswa ke jurusan yang diminatinya sesuai dengan
besaran nilai mata pelajaran yang diujikan di SBMPTN (ngerti maksud saya?
Jujur, ini bagian yang saya paling ribet ngejelasinnya. Udah mah gak jelas lagi
sumbernya wkwkwk...). Mudahnya diilustrasikan ya.
Jadi katanya (katanya, lagi haha), kalau
seandainya minat kita, pilihan 1 FMIPA Fisika, pilihan 2 FMIPA Biologi, dan
pilihan 3 FMIPA Kimia, maka jika nilai Biologi SBMPTN siswa paling tinggi,
kemungkinan dia bakal masuk ke pilihan 2. Begitu... (Fyuh...leganya bisa nulis
ini wkwkwk...)
Benarkah? Shahihkah? Wallahu’alam.
Terus kalau seandainya nilai passing grade
serba tidak pasti begini, apa gunanya?
Ya meski begitu, lembaga survey pasti
punya cara-cara khusus dalam mendapatkannya. Walaupun hasilnya tidak sepenuhnya
tepat, minimal mendekati kebenaran. Passing grade dapat dijadikan alat ukur
nilai TO siswa namun janganlah mengandalkan sepenuhnya dalam menentukan jurusan
yang akan dipilih. Yang harus dilakukan siswa adalah belajar dan terus belajar
hingga hasil persentase TO-nya jauh melewati passing grade jurusan yang
diminati.
Itu soal passing grade. Cukup sampai
disitu saja. Yang kurang paham, silakan tanya di komen. Tapi, bagi yang kepo
Uni milih jurusan apa dan apa pertimbangannya, tulisan saya lanjut.
Menentukan
Jurusan
Sebagai data, di TO ke-4, Uni dapat nilai
66,18% dan di TO terakhir Uni dapat 69% (sayang yang terakhir dokumennya
hilang).
Sebelum rangkaian sesi TO berlangsung,
pihak bimbel minta siswa menyebutkan jurusan yang paling diminatinya. Tujuannya
untuk memacu siswa supaya hasil TO bisa terus mendekati hingga melampaui
passing grade dari jurusan yang diminatinya tersebut. Jadi pencapaian tiap
siswa bukan diadukan dengan siswa lainnya, tapi dengan passing grade. (Eh, saya
bukan menjilat ludah sendiri ya dengan menjadikan passing grade alat ukur. Di
tulisan bagian ini, cerita baru dimulai dan passing grade hanya alat bantu
untuk memacu siswa).
Masalahnya Uni tidak kunjung setor jurusan
yang diminatinya ke pihak bimbel. Sampai beberapa kali TO, tetap dia tidak buka
mulut. Sedangkan keadaan makin genting (lebay). Apa sih masalahnya? Saya
benar-benar tidak mengerti. Akhirnya, saya dan suami memutuskan untuk mengantar
Uni ke Psikolog Pendidikan.
Dari psikolog saya dapat hasil bahwa Uni
sebenarnya memiliki cita-cita yang sangat besar. Namun di sisi lain dia takut
gagal hingga dia tidak berani menentukan jurusan yang diminatinya. Padahal dari
test IQ di psikolog tersebut keluar hasil Uni tuh sebetulnya mampu menjangkau
cita-cita besarnya. Taraf kecerdasannya tergolong Sangat Superior (IQ>130). Jadi mandeknya
dia adalah gara-gara salah cara pandang terhadap keberhasilan dan kegagalan.
Nah, berdasarkan data psikolog itu, saya pun
mulai bicara pada Uni. Saya bilang, apa yang buruk dari sebuah kegagalan? Tidak
ada, jika kita berpikir positif. Ibu jamin, tidak akan ada yang menyalahkanmu
jika kamu gagal. Kegagalan bukanlah suatu kesalahan jika kamu sudah berusaha.
Kegagalan bisa jadi merupakan cara Tuhan menghalangi kita dari keburukan di
dalamnya. Apapun kamu, kamu tetap anak Ibu.
Dari situ kepercayaan diri Uni muncul dan
dia berani menyampaikan jurusan yang diminatinya yaitu STEI ITB.
Mendekati akhir pendaftaran SBMPTN, saya
dan suami diundang pihak bimbel untuk mem-fix-kan jurusan-jurusan yang akan
dipilih Uni dengan cara melihat grafik fluktuasi nilai TO Uni. Kalau melihat peningkatannya
dan hasil TO terakhir Uni yang 69%, sepertinya boleh-boleh saja Uni mengambil
pilihan pertama di STEI (ngingetin lagi kalau PG STEI 64,13%). Secara, STEI kan
benar-benar cita-cita Uni.
Nah tapi kan, banyak faktor yang bisa
menjadikan Uni tidak lolos STEI. Bisa tentang passing grade yang tidak boleh
menjadi alat ukur mutlak, dan bisa juga hal-hal teknis. Karenanya menentukan
dengan hati-hati jurusan untuk pilihan ke-2 dan ke-3 sangat penting juga.
Gabungan antara kemampuan, minat, dan efek psikis jika berhasil atau gagal
harus diperhitungkan.
Saya bilang begini, untuk pilihan ke-2 Uni
harus memilih yang Uni cukup berminat, kemampuannya ada dan passing gradenya
sedikit lebih rendah dari pilihan ke-2. Artinya jika Uni tidak lolos pilihan 1,
Uni akan tetap bersyukur, bahagia dan bangga diterima di pilihan 2.
Kenapa selisih passing grade pilihan 2
tidak boleh jauh dari pilihan 1?
Karena jika Uni tidak lolos pilihan 1
hanya karena nilai SBMPTN-nya kurang sedikit untuk masuk STEI, maka Uni tidak
merasa terlalu “jatuh”. Tahu dari mana nilai SBMPTN? Kali aja setelah pulang ke
rumah atau di bimbel soal-soalnya dibahas, jadi ketahuan kan perkiraan berapa
banyak benar dan salahnya.
Berdasarkan hasil psikotes Uni di bimbel,
kita bisa melihat kemampuan terbesar Uni itu justru di bidang Biologi. Bahkan
pada saat UN, Uni memilih mata pelajaran Biologi karena suka dan mampu lebih di
pelajaran tersebut. Kita menawarkan ke Uni, bagaimana kalau pilihan 2-nya
Kedokteran Unpad (PG 59,28%). Uni pun setuju.
Pilihan ke-3 nya barulah kita menyarankan
Uni mengambil PG yang lumayan jauh lebih rendah supaya jika Uni tidak masuk ke
pilihan 2, Uni tetap punya peluang ketampung di PTN. Tapi tetap ya, minat anak
harus dikedepankan. Jika tidak minat, khawatirnya kalau sampai diterima, anak
akan menjalani kuliah dengan terpaksa. Pilihan ke-3 Uni jatuh di jurusan Teknik
Elektro Unpad (PG 41,22%). Entah, Uni kok minat banget ya ke elektro. Padahal
Ibu dan Bapak, berdoanya Uni diterima di pilihan ke-2 haha... (cita-cita yang
gak kesampaian dilimpahkan ke anak). Untunglah Allah lebih memilihkan Uni ke
elektro ya.
Setelah pendaftaran SBMPTN selesai apalagi
setelah melewati testnya, saya terus bilang pada Uni supaya dia bertawakal akan
hasilnya. Berdoa mumpung bulan ramadhan. Terus membicarakan juga rencana
selanjutnya jika seandainya tidak lolos. Kemungkinan sikap mental yang muncul
jika seandainya gagal. Bagaiman solusinya, dan seterusnya.
Hari-hari menjelang pengumuman SBMPTN sih
kena juga psikis dan fisiknya. Uni cukup sering mengeluh mual dan kembung.
Sepertinya zat asam di lambungnya meninggi. Saat saur pun makannya sedikit.
Namun syukurlah, keluhan itu berakhir setelah Uni dinyatakan lolos STEI ITB.
Alhamdulillah...
Saya mohon maaf jika dalam tulisan ini
banyak bilang soal bimbel, karena kenyataannya data yang saya dapat memang dari
bimbel. Namun hal itu bukan berarti anak harus bimbel. Justru saya berharap
bagi orang tua yang tidak mem-bimbel-kan anaknya, tulisan ini bermanfaat. Teman
bisa melakukan perhitungan-perhitungan sendiri di rumah berdasarkan data-data
yang saya sampaikan.
Pada akhirnya saya mengucapkan terima
kasih bagi Teman-teman yang berkenan membaca tulisan ini hingga akhir. Mohon
maaf atas segala kekuarangan. Mudah-mudahan bermanfaat dan menjadi amal jariyah
bagi saya di syahru ramadhan ini, aamiin...
Tahun lalu aku juga mendampingi adik masuk kuliah. Targetnya memang masuk negeri soalnya biaya terbatas, kalau swasta sekarang rada mencekik leher karena aku yang bagiam membiayai. Aku sampai daftarin dia banyak tes. Dari USM STAN trus SBMPTN, buat serep kalau dua-duanya nggak keterima aku daftarin di PNJ dan ujian mandiri UPN Veteran. Pokoknya bolak-balik liatin hasil ujian. Begitu nggak keterima mutar otak lagi harus kemana. Akhirnya berakhir keterima di UPN Veteran Jakarta. Emang sekarang kalau mau masuk universitas harus pintar-pintar lihat peluangnya juga selain kemampuan anaknya. Pas SBMPTN aku juga bandingin antar jurusan dan antar universitas, lihat-lihat passing grade-nya.
BalasHapusIya, Mba. Persiapannya harus mateng hehe... :)
HapusSenangnya ya mba...akhirnya jurusan pilihan ada ditangan. Jurusan fav, PTN fav..lengkap rasanya.
BalasHapusPassing grade sekarang model persentase gitu ya. Dulu, aku juga pke patokan itu buat ndaftar. Klo dulu pke perbandingan. Jadi misalnya jurusan fav gitu dikasih gambaran, tingkat persaingannya 1: berapa gitu..
Passing grade didapat dari presentase soal SBMPTN yang dapat dikerjakan, Mba :)
HapusBimbelnya apa mba? *kepo nanya
BalasHapusAdik aku juga ngitung pake cara passing grade dan alhamdulillah masuk ptn juga mba
Prosus Inten, Mba.
Hapus