Minggu, 18 Juni 2017

Mendampingi Anak Menghadapi SBMPTN



SOAL SBMPTN, PASSING GRADE & PEMINATAN

Setelah nanya-nanya ke anak & suami, bongkar data-data bimbel anak, dan cari-cari bahan di internet, barulah saya berani nulis ini. Tadinya sih mau sederhana saja, cukup nulis pengalaman anak. Tapi setelah dipikir-pikir, kalau seperti itu kok kayaknya cuma ngasih tahu hasil, gak dijabarin dari mana dapetnya. Dan setelah baca-baca di internet, ternyata permasalahannya tidak sederhana juga haha... Tapi tetap saja sih, ntar-ntar di bawah, pastinya ilustrasi tulisan saya lebih banyak pengalaman anak. Jadi belum tentu bisa cocok juga ke semua anak.

Disclaimer saya selanjutnya adalah bahwa tulisan tentang passing grade ini sudah banyak dibahas di internet. Teman bisa googling dengan kata kunci ‘memilih jurusan dengan passing grade’. Karenanya, saya berharap ekspektasi Teman dengan tulisan saya jangan terlalu tinggi. Saya bukan ahli dalam bidang tersebut. Saya hanya baru ‘ngeh’ tentang passing grade, saat Uni, anak kedua saya lolos SBMPTN. Jadi alasan pertama saya nulis ini, saya pengen tasyakur binikmah saja dengan cara berbagi pengalaman. Mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi Teman yang sama-sama belum tahu seperti saya sebelumnya. Bagi Teman yang sudah tahu, mungkin hal ini sama sekali bukan hal baru. Mohon dimaklum emak jadoel ini yah hehe... Satu lagi, mohon dimaafkan ya jika ada diksi yang dirasa kurang pas. Semoga tidak terlalu mengubah maksud tulisan.

Saat mengurus SBMPTN anak kedua ini, saya sampai mikir, kemana saja saya saat Teteh, anak pertama saya dulu berjuang mengikuti SBMPTN. Kalau mengingat itu, saya merasa bersalah. Jantung saya langsung mencelos. Sehingga alasan kedua dari tulisan ini adalah untuk menebus rasa bersalah saya pada Teteh. Untunglah Teteh tetap lolos SBMPTN di Teknik Kelautan IPB, meskipun tidak mengikuti bimbel menghadapi SBMPTN. Dan mungkin karena tidak ikut bimbel itulah, saya tidak ngeh dengan yang namanya passing grade. Sementara Uni, karena dia ikut bimbel SBMPTN,  saya selalu menerima laporan hasil TO secara periodik (Nanti saya bahas hubungannya dengan passing grade). Nilai TO yang sudah dikonversikan dalam persentase ini menjadi gambaran kemampuan anak dalam mengerjakan soal-soal SBMPTN. Oya saya agak menghindari kata-kata ‘persentase nilai TO menjadi acuan pemilihan presentase passing grade PTN’. Sebabnya, saya bahas kemudian.

Soal-soal SBMPTN terbagi dua bagian yaitu:
TKPA (Tes Kemampuan dan Potensi Akademik), yang terdiri dari soal Tes Kemampuan Verbal, Numerikal, Figural, Matematika Dasar, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
TKD (Tes Kemampuan Dasar) untuk Saintek (Matematika IPA, Kimia, Fisika dan Biologi) dan/atau Soshum (Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi)
Jumlah soal SBMPTN total 150 soal.

Tentang TO
Di bimbel Uni, diselenggarakan TO secara periodik terdiri dari soal mata pelajaran Matematika Dasar (15 soal), Bahasa Indonesia (15 soal), Bahasa Inggris (15 soal), Matematika IPA (10 soal), Biologi (10 soal), Fisika (10 soal), Kimia (10 soal). Totalnya 85 soal. Mengenai jenis, sumber dan tingkat kesulitan soal yang diberikan tiap periodik tentu pihak bimbel yang lebih tahu. Bimbel pasti punya kebijakan-kebijakan tertentu dalam memberikan soal pada siswa. Salah satunya supaya siswa tidak drop di awal, bisa jadi soal-soal yang diberikan di TO awal memiliki tingkat kesulitan yang rendah.

Tentang nilai, mengacu pada skor nilai SBMPTN, maka nilai TO pun dinilai seperti SBMPTN dengan rumus: Benar = 4, Salah = -1, Kosong = 0. Untuk mempermudah anak dan orang tua mengetahui fluktuasi nilai total TO, maka nilai TO ditampilkan dengan persentase.

Rumus:

85 soal X 4 = 340

(Benar X 4) – (Salah X 1)
_________________________ = Persentase
                  340

Contoh hasil total TO Uni di periode 1:
Benar = 57 soal
Salah = 15 soal
Kosong = 13

Penerapan dalam rumus:
(57 X 4) – (15 X1)
_________________  = 62,65 %
        340

Jadi hasil TO Uni di periode 1 adalah 62,65%

Tentang Passing Grade
Menurut pengertian yang saya dapat di internet, passing grade adalah batas nilai minimal yang dipakai sebagai salah satu acuan untuk memilih jurusan di suatu PTN. Nilai dari passing grade biasanya dinyatakan dalam persentase.

Pertanyaannya, nilai minimal siapa, kapan dan dapat dari mana?
Persentase passing grade merupakan nilai minimal dari peserta SBMPTN di jurusan tersebut pada SBMPTN tahun sebelumnya.
Contoh nih,
Menurut bimbelnya Uni, passing grade STEI ITB tahun 2017 yaitu 64,13%. Angka itu merupakan nilai terendah dari siswa yang diterima di STEI ITB pada SBMPTN tahun 2016. Jika kuota STEI tahun 2016 adalah 450 siswa, maka siswa dengan nilai 64,13% itu merupakan urutan ke 450.

Dari manakah muncul persentase nilai passing grade? UNTUK SEMENTARA, ingat rumus nilai TO yang saya bagikan di atas. Benar = 4, Salah = -1, dibagi (4 X jumlah soal).

Kemudian, siapakah yang mengeluarkan nilai passing grade? Nah di sinilah pro kontra tentang passing grade muncul. Passing grade tidak pernah dirilis secara resmi oleh panitia SBMPTN. Bahkan hasil nilai peserta SBMPTN dan hitung-hitungannya tidak pernah dipublikasikan. Makanya saya bilang di atas “UNTUK SEMENTARA”.

Biasanya yang mengeluarkan daftar passing grade adalah lembaga survey independen seperti bimbel. Walaupun ada sih bimbel yang mengklaim punya hubungan dengan “orang dalam” untuk memastikan keakuratan data passing gradenya, wallahu’alam. Nah, karena dikeluarkan oleh pihak yang berbeda-beda, maka hasil passing grade tiap jurusan dalam satu tahun bisa jadi berbeda antara satu lembaga survey dengan lembaga survey lainnya. Haha...jadi inget quick count Pilkada. Bisa beda karena teknik surveynya yang berbeda, bisa juga karena kebijakan tertentu dari bimbelnya. Konon, kata Uni, passing grade di bimbelnya dinaikin 5% dari hasil survey untuk memacu siswa supaya berusaha lebih baik lagi dari standar aslinya.

Hubungan Persentase TO dengan Persentase Passing Grade
SEDERHANANYA, persentase nilai TO anak bisa dijadikan gambaran kasar apakah ia bisa mencapai persentase passing grade jurusan yang diinginkannya?

Contoh, di TO pertama Uni mendapatkan hasil 62, 65%. Padahal passing grade STEI 64,13%. Nah, jika Uni punya keinginan masuk STEI, berarti Uni harus berjuang lebih keras lagi di TO berikutnya supaya persentase nilai TO-nya melebihi persentase passing grade STEI. Dari sini, nilai TO ‘seakan-akan’ gambaran dari kemungkinan masuk atau tidaknya siswa ke jurusan tersebut.

Apakah hal tersebut dibenarkan?
Tidak benar sepenuhnya karena beberapa faktor.
Pertama, seperti saya bilang di atas bahwa nilai peserta SBMPTN tidak pernah dipublikasikan. Jadi dari mana kita tahu pasti nilai SBMPTN terendah siswa STEI 2016 itu 64,13% ?
Kedua, jumlah pendaftar, kemampuan akademis pendaftar dan kuota (daya tampung) jurusan tahun sekarang dengan tahun lalu bisa jadi berbeda. Kalau kebanyakan peserta SBMPTN yang daftar tahun 2017 kemampuan akademisnya lebih tinggi dari peserta tahun 2016, mungkin passing grade 64,13% tidak berarti apa-apa. 64,13% sama sekali tidak menjadi sebuah patokan dapat diterima atau tidaknya di STEI tahun 2017. Termasuk kuota jurusan, mungkin ditambah atau dikurangi tergantung kebijakan PTN masing-masing.
Ketiga, hitung-hitungan nilai SBMPTN juga tidak dipublikasikan. Jadi, rumus yang saya share di atas itu adalah hitungan kasar. Ada yang bilang ‘nilai mentah’. Artinya nilai mentah itu diolah lagi sehingga menghasilkan nilai fix yang menentukan siswa tersebut masuk kuota jurusan yang dipilihnya atau tidak.

Maksudnya diolah bagaimana?
Nah ini yang saya belum tahu persis rumus pastinya gimana. Saya baca-baca di internet ada yang bilang nilai fix itu disebut nilai nasional atau skor nasional. Katanya sih, ((KATANYA)), ada rumus-rumus tertentu yang dapat mengarahkan siswa ke jurusan yang diminatinya sesuai dengan besaran nilai mata pelajaran yang diujikan di SBMPTN (ngerti maksud saya? Jujur, ini bagian yang saya paling ribet ngejelasinnya. Udah mah gak jelas lagi sumbernya wkwkwk...). Mudahnya diilustrasikan ya.

Jadi katanya (katanya, lagi haha), kalau seandainya minat kita, pilihan 1 FMIPA Fisika, pilihan 2 FMIPA Biologi, dan pilihan 3 FMIPA Kimia, maka jika nilai Biologi SBMPTN siswa paling tinggi, kemungkinan dia bakal masuk ke pilihan 2. Begitu... (Fyuh...leganya bisa nulis ini wkwkwk...)
Benarkah? Shahihkah? Wallahu’alam.

Terus kalau seandainya nilai passing grade serba tidak pasti begini, apa gunanya?
Ya meski begitu, lembaga survey pasti punya cara-cara khusus dalam mendapatkannya. Walaupun hasilnya tidak sepenuhnya tepat, minimal mendekati kebenaran. Passing grade dapat dijadikan alat ukur nilai TO siswa namun janganlah mengandalkan sepenuhnya dalam menentukan jurusan yang akan dipilih. Yang harus dilakukan siswa adalah belajar dan terus belajar hingga hasil persentase TO-nya jauh melewati passing grade jurusan yang diminati.
Itu soal passing grade. Cukup sampai disitu saja. Yang kurang paham, silakan tanya di komen. Tapi, bagi yang kepo Uni milih jurusan apa dan apa pertimbangannya, tulisan saya lanjut.

Menentukan Jurusan
Sebagai data, di TO ke-4, Uni dapat nilai 66,18% dan di TO terakhir Uni dapat 69% (sayang yang terakhir dokumennya hilang). 

Sebelum rangkaian sesi TO berlangsung, pihak bimbel minta siswa menyebutkan jurusan yang paling diminatinya. Tujuannya untuk memacu siswa supaya hasil TO bisa terus mendekati hingga melampaui passing grade dari jurusan yang diminatinya tersebut. Jadi pencapaian tiap siswa bukan diadukan dengan siswa lainnya, tapi dengan passing grade. (Eh, saya bukan menjilat ludah sendiri ya dengan menjadikan passing grade alat ukur. Di tulisan bagian ini, cerita baru dimulai dan passing grade hanya alat bantu untuk memacu siswa).

Masalahnya Uni tidak kunjung setor jurusan yang diminatinya ke pihak bimbel. Sampai beberapa kali TO, tetap dia tidak buka mulut. Sedangkan keadaan makin genting (lebay). Apa sih masalahnya? Saya benar-benar tidak mengerti. Akhirnya, saya dan suami memutuskan untuk mengantar Uni ke Psikolog Pendidikan.

Dari psikolog saya dapat hasil bahwa Uni sebenarnya memiliki cita-cita yang sangat besar. Namun di sisi lain dia takut gagal hingga dia tidak berani menentukan jurusan yang diminatinya. Padahal dari test IQ di psikolog tersebut keluar hasil Uni tuh sebetulnya mampu menjangkau cita-cita besarnya. Taraf kecerdasannya tergolong Sangat Superior (IQ>130). Jadi mandeknya dia adalah gara-gara salah cara pandang terhadap keberhasilan dan kegagalan.

Nah, berdasarkan data psikolog itu, saya pun mulai bicara pada Uni. Saya bilang, apa yang buruk dari sebuah kegagalan? Tidak ada, jika kita berpikir positif. Ibu jamin, tidak akan ada yang menyalahkanmu jika kamu gagal. Kegagalan bukanlah suatu kesalahan jika kamu sudah berusaha. Kegagalan bisa jadi merupakan cara Tuhan menghalangi kita dari keburukan di dalamnya. Apapun kamu, kamu tetap anak Ibu.
Dari situ kepercayaan diri Uni muncul dan dia berani menyampaikan jurusan yang diminatinya yaitu STEI ITB.

Mendekati akhir pendaftaran SBMPTN, saya dan suami diundang pihak bimbel untuk mem-fix-kan jurusan-jurusan yang akan dipilih Uni dengan cara melihat grafik fluktuasi nilai TO Uni. Kalau melihat peningkatannya dan hasil TO terakhir Uni yang 69%, sepertinya boleh-boleh saja Uni mengambil pilihan pertama di STEI (ngingetin lagi kalau PG STEI 64,13%). Secara, STEI kan benar-benar cita-cita Uni.

Nah tapi kan, banyak faktor yang bisa menjadikan Uni tidak lolos STEI. Bisa tentang passing grade yang tidak boleh menjadi alat ukur mutlak, dan bisa juga hal-hal teknis. Karenanya menentukan dengan hati-hati jurusan untuk pilihan ke-2 dan ke-3 sangat penting juga. Gabungan antara kemampuan, minat, dan efek psikis jika berhasil atau gagal harus diperhitungkan.

Saya bilang begini, untuk pilihan ke-2 Uni harus memilih yang Uni cukup berminat, kemampuannya ada dan passing gradenya sedikit lebih rendah dari pilihan ke-2. Artinya jika Uni tidak lolos pilihan 1, Uni akan tetap bersyukur, bahagia dan bangga diterima di pilihan 2.

Kenapa selisih passing grade pilihan 2 tidak boleh jauh dari pilihan 1?
Karena jika Uni tidak lolos pilihan 1 hanya karena nilai SBMPTN-nya kurang sedikit untuk masuk STEI, maka Uni tidak merasa terlalu “jatuh”. Tahu dari mana nilai SBMPTN? Kali aja setelah pulang ke rumah atau di bimbel soal-soalnya dibahas, jadi ketahuan kan perkiraan berapa banyak benar dan salahnya.

Berdasarkan hasil psikotes Uni di bimbel, kita bisa melihat kemampuan terbesar Uni itu justru di bidang Biologi. Bahkan pada saat UN, Uni memilih mata pelajaran Biologi karena suka dan mampu lebih di pelajaran tersebut. Kita menawarkan ke Uni, bagaimana kalau pilihan 2-nya Kedokteran Unpad (PG 59,28%). Uni pun setuju.

Pilihan ke-3 nya barulah kita menyarankan Uni mengambil PG yang lumayan jauh lebih rendah supaya jika Uni tidak masuk ke pilihan 2, Uni tetap punya peluang ketampung di PTN. Tapi tetap ya, minat anak harus dikedepankan. Jika tidak minat, khawatirnya kalau sampai diterima, anak akan menjalani kuliah dengan terpaksa. Pilihan ke-3 Uni jatuh di jurusan Teknik Elektro Unpad (PG 41,22%). Entah, Uni kok minat banget ya ke elektro. Padahal Ibu dan Bapak, berdoanya Uni diterima di pilihan ke-2 haha... (cita-cita yang gak kesampaian dilimpahkan ke anak). Untunglah Allah lebih memilihkan Uni ke elektro ya.

Setelah pendaftaran SBMPTN selesai apalagi setelah melewati testnya, saya terus bilang pada Uni supaya dia bertawakal akan hasilnya. Berdoa mumpung bulan ramadhan. Terus membicarakan juga rencana selanjutnya jika seandainya tidak lolos. Kemungkinan sikap mental yang muncul jika seandainya gagal. Bagaiman solusinya, dan seterusnya.

Hari-hari menjelang pengumuman SBMPTN sih kena juga psikis dan fisiknya. Uni cukup sering mengeluh mual dan kembung. Sepertinya zat asam di lambungnya meninggi. Saat saur pun makannya sedikit. Namun syukurlah, keluhan itu berakhir setelah Uni dinyatakan lolos STEI ITB. Alhamdulillah...

Saya mohon maaf jika dalam tulisan ini banyak bilang soal bimbel, karena kenyataannya data yang saya dapat memang dari bimbel. Namun hal itu bukan berarti anak harus bimbel. Justru saya berharap bagi orang tua yang tidak mem-bimbel-kan anaknya, tulisan ini bermanfaat. Teman bisa melakukan perhitungan-perhitungan sendiri di rumah berdasarkan data-data yang saya sampaikan.

Pada akhirnya saya mengucapkan terima kasih bagi Teman-teman yang berkenan membaca tulisan ini hingga akhir. Mohon maaf atas segala kekuarangan. Mudah-mudahan bermanfaat dan menjadi amal jariyah bagi saya di syahru ramadhan ini, aamiin...

6 komentar:

  1. Tahun lalu aku juga mendampingi adik masuk kuliah. Targetnya memang masuk negeri soalnya biaya terbatas, kalau swasta sekarang rada mencekik leher karena aku yang bagiam membiayai. Aku sampai daftarin dia banyak tes. Dari USM STAN trus SBMPTN, buat serep kalau dua-duanya nggak keterima aku daftarin di PNJ dan ujian mandiri UPN Veteran. Pokoknya bolak-balik liatin hasil ujian. Begitu nggak keterima mutar otak lagi harus kemana. Akhirnya berakhir keterima di UPN Veteran Jakarta. Emang sekarang kalau mau masuk universitas harus pintar-pintar lihat peluangnya juga selain kemampuan anaknya. Pas SBMPTN aku juga bandingin antar jurusan dan antar universitas, lihat-lihat passing grade-nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mba. Persiapannya harus mateng hehe... :)

      Hapus
  2. Senangnya ya mba...akhirnya jurusan pilihan ada ditangan. Jurusan fav, PTN fav..lengkap rasanya.

    Passing grade sekarang model persentase gitu ya. Dulu, aku juga pke patokan itu buat ndaftar. Klo dulu pke perbandingan. Jadi misalnya jurusan fav gitu dikasih gambaran, tingkat persaingannya 1: berapa gitu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Passing grade didapat dari presentase soal SBMPTN yang dapat dikerjakan, Mba :)

      Hapus
  3. Bimbelnya apa mba? *kepo nanya
    Adik aku juga ngitung pake cara passing grade dan alhamdulillah masuk ptn juga mba

    BalasHapus

Terima kasih sudah meninggalkan jejak :)